Entri Populer

Minggu, 26 Desember 2010

MEDIA MANIPULATIF DALAM PECAHAN

Oleh: Sujinal Arifin

Abstrak
Makalah ini bertujuan memaparkan tentang apa dan bagaimana media manipulatif untuk pembelajaran matematika SD: materi operasi pecahan. Media manipulatif adalah media yang dapat dibalik, dipotong, digeser, dipindahkan, digambar, ditambah, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan yang bertujuan untuk menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Media manipulatif untuk materi operasi pecahan ini terbuat dari triplek dan kertas warna. Media manipulatif ini dipergunakan untuk menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi dua buah bilangan pecahan.

Kata kunci : media manipulatif, matematika SD, operasi pecahan



PENDAHULUAN

Secara etimologi, matematika berasal dari bahas latin manthanein atau mathemata yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari dari jenjang SD sampai perguruan tinggi. Celakanya, semakin banyak siswa dari SD sampai perguruan tinggi yang mengangap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan, tidak menarik, membosankan dan sulit. Zulkardi (2002) mengemukakan “…the main problem of mathematics education in Indonesia–especially in the arena of secondary schools–are both low objective achievement of pupils in mathematics and their poor attitude toward mathematics.” Hal ini mungkin disebabkan oleh pendapat pakar yang mendefinisikan bahwa matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika, sehingga pembelajaran di sekolah pun cenderung aksiomatis, abstrak dan penuh simbol.
Meskipun demikian, matematika mempunyai peranan penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Dengan pembelajaran matematika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lain. Konsep dan kompetensi baru dalam pembelajaran matematika:
a. dalam materi pembelajaran ditekankan pentingnya konteks yang sesuai dengan konsep dalam memulai pelajaran
b. beralih pendekatan pembelajaran dari teacher centered ke student centered
(Zulkardi, 2002)

Penguasaan materi pelajaran apapun (bukan hanya matematika) membutuhkan ketekunan dan tingkat penguasaan materi salah satu ditentukan oleh ketekunan siswa itu sendiri. Tetapi waktu yang dibutuhkan untuk menguasai suatu materi bagi tiap orang tidak sama. Asalkan siswa mempunyai minat dan waktu yang cukup untuk mempelajari suatu materi pelajaran, siswa akan bisa menguasai materi tersebut.
Dalam peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006, menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), sehingga secara bertahap peserta didik dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006)
Selain bahan ajar, media juga mempunyai peran penting dalam pembelajaran, karena media pengajaran mempunyai manfaat sebagai berikut yaitu :
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran.
(Sudjana dan Rivai, 2005)


Selain itu Dale (2007) juga menyebutkan bahwa media mempunyai kegunaan:
a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
c. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
d. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.
e. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama

Berdasarkan pendapat di atas, maka tujuan makalah ini adalah memaparkan tentang apa dan bagaimana media manipulatif untuk pembelajaran matematika SD khususnya materi operasi pecahan. Dan hasilnya diharapkan dapat menciptakan komunikasi antara guru-siswa dan dapat memberikan pemahaman materi yang lebih baik bagi siswa sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa.

PEMBAHASAN
A. Media
Media (merupakan bentuk jamak dari kata medium) adalah suatu saluran untuk berkomukasi. Diturunkan dari bahasa Latin yang berarti ”antara”. Istilah ini merujuk kepada sesuatu yang membawa informasi dari pengirim informasi ke penerima informasi. Masuk diantaranya komputer multimedia (Heinich, 1996)
Media pada dasarnya terkelompokkan kedalam dua bagian, yaitu media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan), dan media yang sekaligus merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti halnya alat peraga.
Sadiman (2005) mengemukakan bahwa Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian mahasiswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Azhar (2007) juga mengemukakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media ini berisikan pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Selain itu Rohani (1997) mengemukakan bahwa Media adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan instruksional dapat dicapai dengan mudah.
Dari pendapat-pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media adalah seperangkat alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari pendidik kepada peserta didik agar dapat menarik minat dan perhatian sehingga proses belajar mengajar yang efektif dan efisien terjadi.


B. MEDIA MANIPULATIF
Media manipulatif dalam pembelajaran matematika SD adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan terutama untuk menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Media ini merupakan bagian langsung dari mata pelajaran matematika dan dimanipulasikan oleh peserta didik (dibalik, dipotong, digeser, dipindahkan, digambar, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan (Muhsetyo dkk, 2007).
Penggunaan manipulatif ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami konsep dan prosedur matematika. Media manipulatif ini berfungsi untuk menyederhanakan konsep yang sulit/sukar, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkret, menjelaskan sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan (operasi) hitung, sifat-sifat bangun geometri serta memperlihatkan fakta-fakta (Muhsetyo dkk, 2007).
Dalam pembelajaran matematika, hendaknya agar bahan pelajaran yang diberikan lebih mudah dipahami oleh siswa, diperlukan bahan-bahan yang perlu disiapkan guru, dari barang-barang yang harganya relatif murah dan mudah diperoleh, misalnya kertas manila, karton, kayu, kawat, kain untuk menanamkan konsep matematika tertentu sesuai dengan keperluan.

C. MEDIA MANIPULATIF UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD: MATERI OPERASI PECAHAN
a. Alat dan Bahan
Khusus media mapulatif untuk pembelajaran matematika SD ini terbuat dari bahan dasar triplek dan kertas manggis berwarna (merah dan kuning). Triplek digunakan sebagai tempat menggambarkan pecahan yang akan kita operasikan sedangkan kertas manggis warna merah melambangkan pecahan pertama dan kertas manggis warna kuning melambangkan pecahan kedua.
b. Cara membuat Media Manipulatif.
Langkah-langkah membuat media manipulatif untuk pembelajaran matematika SD: materi operasi pecahan adalah sebagai berikut:
 Siapkan sebuah triplek putih, kemudian potonglah menjadi ukuran 50 cm x 50 cm@

@ Potong-potonglah kertas manggis berwarna merah dan kuning menjadi beberapa potongan yang masing-masing potongannya 5 cm x 10 cm.

 Berilah doubel-tip pada masing-masing potongan kertas manggis agar dapat ditempelkan pada triplek.@

D. PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MATERI OPERASI PECAHAN
a. Penjumlahan
Misalkan kita akan menjumlahkan ???
Adapun langkah-langkah yang akan kita lakukan dalam menjumlahkan dua buah bilangan pecahan adalah sebagai berikut.

 Buatlah sebuah persegi panjang pada triplek yang sudah kita sediakan.@

 Kemudian bagilah persegi panjang tersebut dalam menjadi tiga bagian yang sama ( karena penyebut bilangan pertama 3)@

 Dari sisi yang lain, bagilah persegi panjang tersebut menjadi dua bagian yang sama (karena penyebut bilangan kedua 2)@

@ Letakkan kertas manggis berwarna merah sebanyak 1/3 bagian dari sisi vertikal, dan kertas manggis berwarna kuning sebanyak ½ bagian dari sisi horizontal.

 Pada percobaan terdapat satu kotak yang berisi dua warna, pindahkan salah satu warnanya ke kotak yang masih kosong.@

@ Hitunglah berapa banyak kotak berwarna merah dan berwarna kuning, serta seluruh kotak yang tersedia, maka dapat kita simpulkan bahwa

b. Pengurangan
Misalkan kita akan mengurangkan ???
Adapun langkah-langkah yang akan kita lakukan dalam mengurangkan dua buah bilangan pecahan adalah sebagai berikut.

 Buatlah sebuah persegi panjang pada triplek yang sudah kita sediakan.@

 Kemudian bagilah persegi panjang tersebut dalam menjadi dua bagian yang sama ( karena penyebut bilangan pertama 2)@

 Dari sisi yang lain, bagilah persegi panjang tersebut menjadi tiga bagian yang sama (karena penyebut bilangan kedua 3)@

 Letakkan kertas manggis berwarna merah sebanyak ½ bagian dari sisi vertikal@

 Pindahkan satu kertas warna merah, sehingga akan diperoleh 1/3 bagian@

 Karena bilangan pengurangnya adalah 1/3, maka baliklah 1/3 bagiannya.@

 Hitunglah berapa banyak kotak berwarna merah yang tersisa, maka dapat kita simpulkan bahwa@

c. Perkalian
Misalkan kita akan mengalikan ???
Adapun langkah-langkah yang akan kita lakukan dalam menjumlahkan dua buah bilangan pecahan adalah sebagai berikut.
 Buatlah sebuah persegi panjang pada triplek yang sudah kita sediakan.@

 Kemudian bagilah persegi panjang tersebut dalam menjadi tiga bagian yang sama ( karena penyebut bilangan pertama 3)@

 Dari sisi yang lain, bagilah persegi panjang tersebut menjadi dua bagian yang sama (karena penyebut bilangan kedua 2)@

@ Letakkan kertas manggis berwarna merah sebanyak 1/3 bagian dari sisi vertikal, dan kertas manggis berwarna kuning sebanyak ½ bagian dari sisi horizontal.

 Sekarang hitunglah berapa kotak yang berisi dua warna, maka dapat kita simpulkan bahwa@

d. Pembagian
Misalkan kita akan mengalikan ???
Adapun langkah-langkah yang akan kita lakukan dalam menjumlahkan dua buah bilangan pecahan adalah sebagai berikut.
 Buatlah sebuah persegi panjang pada triplek yang sudah kita sediakan.@

 Kemudian bagilah persegi panjang tersebut dalam menjadi tiga bagian yang sama ( karena penyebut bilangan pertama 3)@

 Dari sisi yang lain, bagilah persegi panjang tersebut menjadi dua bagian yang sama (karena penyebut bilangan kedua 2)@

@ Letakkan kertas manggis berwarna merah sebanyak 1/3 bagian dari sisi vertikal, dan kertas manggis berwarna kuning sebanyak ½ bagian dari sisi horizontal.

 Sekarang hitunglah berapa kotak yang berisi jika@ dilihat secara vertikal (sebagai pembilang), dan berapa kotak secara horizontal (penyebut), maka dapat kita simpulkan bahwa

PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan media yang dapat dibalik, dipotong, digeser, dipidahkan, digambar, ditambah, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan dapat menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Media manipulatif untuk materi operasi pecahan ini terbuat dari triplek dan kertas warna. Media manipulatif ini dipergunakan untuk menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi dua buah bilangan pecahan.

Psikology dalam Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, metakognisi belum begitu eksis layaknya dalam dunia psikologi. Terbukti dengan adanya kontroversi yang dilakukan banyak orang terhadap istilah metakognisi yang dimunculkan oleh Flavell (1976). Apalagi dalam dunia matematika yang hingga saat ini benar-benar membutuhkan pengarahan dan bantuan ilmu psikologi agar matematika dapat diajarkan dengan enjoy dan nyaman kepada siswa. Tentunya diharapkan mampu membongkar paradigma bahwa matematika adalah sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan sehingga perlu jangan didekati.
Metakognisi menurut definisi para ahli yaitu:
Livingston (1997) menyatakan bahwa: metacognition refers to higher order thinking which involves active control over the cognitive processes engaged in learning. Activities such as planning how to approach a given learning tasks, monitoring comprehension, and evaluating progress toward the completion of a task are metacognitive in nature.” metakognisi merujuk kepada pemikiran orde tinggi yang melibatkan kontrol yang aktif selama proses kognitif terlibat dalam pembelajaran. Kegiatan seperti perencanaan bagaimana pendekatan tugas-tugas belajar yang diberikan, pemantauan pemahaman, dan mengevaluasi kemajuan terhadap penyelesaian tugas adalah metakognitif di alam.”

O’Neil and Brown (1997) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses dimana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah.
John Flavel (1976) mengartikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya.
Wellman (1985) menyatakan bahwa metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process with involves over cognitive processes. It can be simply defined as thinking or as a “person’s cognition about cognition”.
Secara pribadi, saya mengartikan metakognisi sebagai kesadaran seseorang dalam proses berpikirnya. Proses berpikir ini mengenai pengetahuan yang akan diketahuinya atau pengetahuan yang telah dimilikinya.
Bermula dari pengertian metakognisi tersebut, kemudian yang menjadi pembahasan selanjutnya, bagaimanakah cara menumbuhkan metakognisi siswa untuk belajar matematika?
Terkadang setelah mendengar matematika, orang merasa ada hal yang begitu berbahaya sehingga terkesan menakutkan. Padahal, matematika merupakan hal yang begitu nikmat untuk diselami lebih dalam. Karena itulah, peran guru untuk memberikan nuansa ceria, riang, dan menggembirakan pada saat pembelanjaran matematika itu berlangsung. Ini pun kaitannya dengan upaya menumbuhkan metakognisi siswa dalam belajar matematika.
Sebagai wacana, saya mencoba memberikan masukan tentang penyampaian pembelajaran matematika. Pertama, penggunaan bahasa matematika yang bersahabat dapat membantu merangsang berpikirnya siswa tentang materi matematika yang disampaikan. Lebih elegan, dapat dikatakan penyampaian pembelajaran matematika secara realistik dan nyata dalam kehidupan siswa. Karena dunia matematikalah yang kita bawa/kenalkan ke dunia siswa. Kedua, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang metakognisi siswa oleh guru. Contoh: setujukah kamu dengan pernyataan tersebut? Berikan alasan setuju/tidak setuju. Bagaimana penggunaan rumus ini ke kehidupanmu?
Ketiga, membantu siswa untuk dapat mengolah pribadinya agar dapat belajar dengan nyaman. Karena proses berpikir siswa pun tergantung pribadinya untuk bersemangat dalam belajar. Sebagai upaya untuk meningkatkan pengelolaan diri dalam belajar dapat dicontohkan seperti yang diungkapkan oleh Ormrod (2003, 357), sebagai berikut:
a. Memberi semangat pada siswa untuk memilih dan memonitor beberapa tujuan belajar yang diinginkan.
b. Memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dan berprestasi secara optimal tanpa ada tekanan dari luar.
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan aktivitas yang melibatkan tujuan belajarnya, pengelolaan strategi, dan waktu belajar.
d. Membantu melengkapi sarana belajar yang dibutuhkan.
e. Memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir kritis dan memberikan umpan balik atas usaha yang dilakukannya.
f. Meminta siswa melakukan evaluasi terhadap hasil yang telah diperoleh apakah sudah sesuai dengan tujuan dan strandar yang telah ditetapkan.

Membangun Sugesti Positif Pelajaran Matematika

Oleh ANNE ZURAIDA, S.Pd.
Selama ini bila seseorang menyebut kata "matematika", yang segera terbayang oleh sebagian besar orang adalah angka yang njelimet, variabel-variabel membosankan, analisis gambar garis, ataupun bangun yang memusingkan, serta ru-mus-rumus rumit. Matematika selalu disandingkan dengan kata sulit.

MUNGKIN benar bahwa menjadi mahir bermatema-tika memerlukan "bakat" tertentu. Akan tetapi, ini bukan berarti matematika milik siswa yang berbakat saja. Sebaliknya, menjadi "hantu yang menyeramkan" bagi sebagian besar siswa. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam segala hal, kita harus memiliki sugesti positif. Demikian pula dalam mempelajari matematika. Mana mungkin matematika akan terasa mudah dipelajari, jika image siswa terhadap matematika tetap negatif? Matematika adalah mata pelajaran yang sulit, inilah image negatif yang selama ini menimbulkan sugesti negatif pada diri siswa. Matematika benar-benar menjadi mata pelajaran yang sulit bagi para siswa. Bahkan, lebih jauh kemudian matematika menjadi mata pelajaran yang dianggap menyebalkan.
Kenyataannya, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang terpen-ting dan mau tak mau harus dipelajari oleh setiap siswa. Oleh karena itu, para siswa harus diusahakan agar mau mempelajari dan menerima matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang harus mereka geluti dengan baik, dengan senang hati, serta penuh semangat. Beberapa hal yang harus dilakukan siswa agar tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika adalah
1.Lebih membuka diri terhadap matematika dengan menghilangkan anggapan bahwa matematika itu sulit, dan menanamkan hal itu dalam hati hingga menjadi suatu keyakinan.
2. Siswa tidak takut atau malu untuk segera bertanya tentang hal/materi yang belum/tidak dimengertinya, tidak menunda-nunda untuk bertanya sebab materi matematika yang berkaitan satu sama lain, akan semakin menyulitkan siswa bila ada satu saja materi yang tidak dimengerti.
3.Berusaha dan memiliki keinginankuat untuk menyenangi matematika dengan mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
4. Menganggap setiap persoalan atau kesulitan dalam matematika, sebagai tantangan yang harus dihadapi dan dicari penyelesaiannya.
Namun, kesungguhan siswa, tak akan membuahkan hasil tanpa ditunjang oleh usaha guru matematika. Yang harus dilakukan para guru matematika dalam mendukung usaha para siswa adalah
1. Guru matematika jangan galak, sebaiknya guru menunjukkan sikap bersahabat dengan siswa agar siswa merasa nyaman belajar matematika.
2.Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang serius, tetapi santai sehingga siswa tidak takut bertanya ataupun sharing dengan teman-temannya ataupun dengan gurunya. Sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan, guru sebaiknya berusaha dekat dengan siswanya, teruta-ma dengan siswa yang mengalami kesulitan.
3. Guru haras pintar dan bijak memilih model dan metode pembelajaran yang cocok dan tepat untuk digunakan pada tiap pertemuan maupun pada tiap materi yang disajikan.
4. Senantiasa memotivasi siswa dengan menyebutkan kegunaan jika kita mempelajari matematika dan bahwa matematika tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari.
Tidak mudah memang mengubah image negatif terhadap matematika ini, tetapi inilah tantangan bagi kita sebagai guru matematika untuk menjawabnya. Semoga pada waktu yang akan datang, image para siswa terhadap matematika, dapat berubah menjadi positif. Matematika menjadi matapelajaran yang disenangi dan diminati. Penulis, guru matematika SMPNi Sukasari Tanjungsari, Sumedang.

ETIKA PROFESIONAL DALAM PENDIDIKAN

ETIKA PROFESIONAL DALAM PENDIDIKAN
1. Pendahuluan
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negaraIndonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non(syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.


2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
2.2 Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
2.2.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.